Badal haji adalah praktik di mana seorang Muslim menunaikan ibadah haji atas nama orang lain yang tidak dapat melaksanakannya secara fisik atau telah meninggal sebelum sempat menunaikan ibadah tersebut. Konsep ini dijelaskan dalam Hasil Mudzakarah Perhajian Nasional tentang Badal Haji (2016) oleh Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama.
Definisi Badal Haji
Badal haji melibatkan menghajikan orang yang belum pernah menunaikan ibadah haji, tetapi sudah tidak mampu melaksanakannya karena alasan fisik yang menyebabkan ketidakmampuan atau uzur, seperti penyakit yang tidak dapat sembuh.
Selain itu, badal haji juga mencakup menghajikan orang yang belum menunaikan haji namun telah meninggal sebelum kesempatan untuk melaksanakan ibadah tersebut.
Konsep badal haji juga mencakup pelaksanaan ibadah haji oleh seseorang atas nama orang lain yang telah meninggal sebelum keberangkatan menuju Tanah Suci atau sebelum pelaksanaan wukuf.
Badal haji juga dapat dilakukan untuk mewakili atau menggantikan jemaah haji yang uzur secara jasmani dan rohani sehingga tidak dapat melaksanakan wukuf di Arafah.
Hukum Badal Haji
Hukum badal haji didasarkan pada sejumlah hadis, salah satunya adalah hadis riwayat Bukhari dan Muslim sebagai berikut:

“Dari Ibnu Abbas dari Al-Fadl: Seorang perempuan dari kabilah Khats’am bertanya kepada Rasulullah, ‘Wahai Rasulullah, ayahku telah wajib haji, tapi dia sudah tua renta dan tidak mampu lagi duduk di atas kendaraan?’ Jawab Rasulullah: Kalau begitu lakukanlah haji untuk dia!”
Selain itu, hadis riwayat Bukhari lainnya juga mencatatkan:
“Dari Ibnu Abbas ra: Seorang perempuan dari Bani Juhainah datang kepada Nabi SAW, dia bertanya, ‘Wahai Nabi SAW, ibuku pernah bernazar ingin melaksanakan ibadah haji hingga beliau meninggal, padahal dia belum melaksanakan ibadah haji tersebut. Apakah aku bisa menghajikannya?’ Rasulullah menjawab: Ya, hajikanlah untuknya, kalau ibumu punya utang, kamu juga wajib membayarkan bukan? Bayarlah utang Allah karena hak Allah lebih berhak untuk dipenuhi.”
Selain itu, dalam hadis riwayat Abu Dawud dan Ibnu Majah juga terdapat kisah sebagai berikut:
“Dari Ibnu Abbas saat melaksanakan haji, Rasulullah SAW mendengar seorang lelaki berkata, ‘Labbaika ‘an Syubrumah’ Lalu Rasulullah bertanya, ‘Siapa Syubrumah?’ Lalu dijawab, ‘Dia saudaraku atau kerabatku, wahai Rasulullah’, jawab lelaki itu. ‘Apakah kamu sudah pernah haji?’ tanya Rasulullah. ‘Belum,’ jawabnya.
Berhajilah untuk dirimu, lalu berhajilah untuk Syubrumah,” lanjut Rasulullah.
Dalam hadis-hadis tersebut, terdapat pengakuan dan persetujuan dari Nabi Muhammad tentang pelaksanaan badal haji. Seorang Muslim diberi wewenang untuk menjalankan ibadah haji atas nama orang lain yang tidak mampu melaksanakannya. Rasulullah memperbolehkan badal haji sebagai solusi bagi mereka yang menghadapi keterbatasan fisik atau telah meninggal sebelum berkesempatan melaksanakan ibadah tersebut.
Dalam Islam, badal haji dianggap sah dan diterima berdasarkan nas-nas yang terdapat dalam hadis. Hal ini menunjukkan pentingnya saling membantu sesama Muslim untuk melaksanakan ibadah haji, baik dalam keadaan hidup maupun setelah meninggal dunia.