Hikmah larangan ini adalah adanya persamaan antara orang yang berqurban dengan orang yang melaksanakan ibadah haji, yakni dalam rangka mendekat diri kepada Allah dengan menyembelih qurban. Oleh karena itu sama pula halnya dengan orang yang keadaan ihram, yakni tidak boleh memotong kuku dan semacamnya.
Hukum ini hanya berlaku untuk orang yang berqurban, Nabi menyatakan
“Dan salah satu di antara kalian ingin berqurban”, Nabi tidak menyatakan “Ingin berqurban untuknya”. Nabi juga berqurban untuk keluarganya dan tidak ada keterangan dari beliau bahwa beliau memerintahkan mereka untuk tidak memotong kuku, rambut dan kulit. Oleh karena itu bagi keluarga orang yang berqurban pada sepuluh awal Dzulhijjah boleh mengambil dan memotong rambut, kuku dan kulit.
Jika ada orang yang ingin berqurban terlanjur mengambil dan memotong sebagian rambut, kuku dan kulitnya maka kewajibannya hanya bertaubat dan berniat untuk tidak mengulangi. Namun tidak ada denda (kaffarah) untuknya dan pelanggaran ini tidak menghalangi untuk berqurban sebagaimana sangkaan sebagian orang awam. Jika larangan ini dilanggar karena lupa atau karena tidak mengetahui bahwa ia melanggar hukum di atas atau ada rambut yang jatuh tanpa sengaja maka tidak ada dosa baginya.
Adapun jika terdapat suatu keperluan yang mendesak diperkenankan memotong kuku, rambut dan kulitnya dan hal itu tidak menyebabkan dia menanggung dosa. Sebagai misal, kukunya pecah sehingga mengganggu lalu dia gunting atau ada rambut yang mengenai matanya lalu disingkirkan dengan dipotong atau ia perlu menggunting rambut dalam rangka untuk mengobati lukanya, hal yang demikian tidaklah mengapa.
Sumber dari: https://wahdah.or.id/hindari-jika-hendak-berqurban/