Para ulama Fikih berbeda pendapat mengenai didahulukannya 6 hari puasa syawal sebelum mengganti hutang puasa
1. Menyempurnakan puasa ramadhan sebelum puasa 6 hari syawwal.
Pendapat ulama Hanabilah karena adanya hadits Abu Ayyub, (Siapa saja berpuasa ramadhan kemudian mengikutkan dengan puasa 6 hari syawwal maka seperti puasa selama setahun). Dan pengamalan hadits ini menurut mereka tidak akan tercapai kecuali dengan menyempurnakan puasa ramadhan sebelum puasa 6 hari syawwal.
2. Pendapat kedua adalah bolehnya mendahulukan 6 hari puasa syawwal.
Pendapat ini adalah pendapat ulama Hanafiyah, Malikiyah dan Syafi’iyah, bahkan riwayat dari ulama Hanabilah telah dipilih oleh Ibnu Qudhamah dan yang selain beliau berdasarkan dzhahir ayat al-Qur’an dan perbuatan Aisyah dan ketetapan Nabi saw tentang bolehnya mendahulukan puasa 6 hari syawwal.
Sekiranya sabda Nabi saw (siapa yang berpuasa ramadhan) dipahami berdasakan makna teksnya maka akan banyak terutama kaum wanita yang tidak mendapatkan keutamaan puasa setahun penuh, karena wanita terkadang didatangi udzur di bulan ramadhan sehingga mengharuskan mereka mengganti puasa.
Sekiranya adalah suatu keharusan mendahulukan mengganti puasa, maka wanita yang nifas yang terkadang berkelanjutan nifasnya sampai sebulan penuh ramadhan tentulah terhalangi mendapatkan keutamaan ini, demikian pula yang memiliki udzur, selain wanita.
Dan sesuatu yang telah maklum bahwa suatu yang wajib, jika memiliki keluasan dalam mengerjakannya, maka tidak ada celaan bagi seseorang untuk mendahulukan sunnah.
وحديث أبي أيوب: « مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا .. ». الحديث.
Dan Hadits Abu Ayyub: (Siapa saja puasa ramadhan kemudian mengikutkan 6 hari ..) alhadits.
Maka yang utama adalah dengan memahami maksud puasa ramadhan pada hadits tersebut adalah yang dikerjakan di waktu ramadhan dan yang diganti meskipun terlambat. Karena siapa yang tidak puasa karena udzur dan menggantinya di bulan lain maka baginya pahala sempurna.
Dan pendapat inilah yang lebih mudah bagi manusia, dan lebih memperhatikan sunnah. Karena banyak dari manusia yang tidak sanggup mengganti puasanya di bulan syawwal kemudian melanjutkan dengan puasa 6 hari syawwal, maka terputuslah bagi mereka keutamaan ini, atau terasa berat bagi mereka.
Akan tetapi : tentu yang lebih utama dan lebih sempurna bagi seseorang adalah keluar dari khilaf yaitu mendahulukan mengganti, karena terkandung di dalamnya bersegera dalam kebaikan dan bersegera untuk terlepas dari tanggungan kewajiban, dan hal itu dianjurkan secara syariat.
Dan pertanyaan seputar ini adalah pertanyaan yang sifatnya furu’ (cabang dalam islam) yang ringan. Dan tidak mengapa mendiskusikannya dengan ketenangan dan kelembutan tanpa debat kusir berkepanjangan yang tidak dibutuhkan, dan Hanya Allah yang Maha tepat Benarnya.
Penjelasan ini kami terjemahkan langsung dari situs resmi “Multaqa Ahli al-Hadits” Tempat Pertemuan Ulama Hadits di http://www.ahlalhdeeth.com/vb/showthread.php?t=149114