Oleh: Ustadz Muhammad Irfan Zain, Lc.
Diantara wujud kemurahan Allah kepada hamba-Nya adalah syari’at kurban. Dengannya Allah membuka pintu bagi hamba-Nya untuk mendulang pahala yang sungguh teramat besar dan banyak bila dibandingkan dengan usia mereka yang sungguh sangat terbatas. Di sisi lain, Allah memberi keluasan bagi hamba-Nya yang tidak berkecukupan untuk turut juga merasakan kegembiraan dan mendulang pahala di hari yang agung dan mulia ini, yaitu hari-hari awal di bulan Dzulhijjah.
Kurban yang dilaksanakan dengan ikhlas merupakan symbol ketakwaan seorang hamba dan kecintaannya kepada Allah. Allah berfirman;
﴿لَن يَنَالَ اللهَ لحُوُمُهَا وَلاَ دِمَاؤُهَا وَلَكِن يَناَلُهُ التَّقْوَى مٍنْكُمْ﴾[الحج:37]
“Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya.”. (Al-hajj; 37).
Mengingat hal tersebut, maka Allah sangat mencintai ibadah itu -bahkan- lebih dari kecintaan-Nya kepada ibadah lain yang dilakukan pada hari ke-10 di bulan Dzulhijjah tersebut, sedangakan –dikesempatan lain- Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam- telah menyatakan bahwa sekecil apapun amal shaleh yang dilakukan pada hari-hari itu (sepuluh hari pertama di bulan Dzulhijjah), maka nilainya disisi Allah akanlah lebih mulia, bahkan meski dibandingkan dengan jihad –sekalipun- yang dikerjakan diluar hari-hari itu, kecuali mereka yang syahid dalam jihadnya.
Maka bila demikian keutamaan beramal pada sepuluh hari pertama di bulan Dzulhijjah, lantas bagaimanakah pahala yang Allah Subhanahu wa ta’ala siapkan bagi orang-orang yang berkurban pada hari ke-10 di bulan tersebut ?. Disebutkan dalam sebuah riwayat;
«ما عمل ابن آدم يوم النحر عملا هو أعظم عند الله -أو أحب إلى الله- من إراقة الدم. وإن الدم ليقع من الله بمكان قبل أن يقع على الأرض»
“Tiada satupun amalan seorang manusia yang lebih mulia atau lebih dicintai oleh Allah -ketika itu- daripada mengalirkan darah kurban. Sesungguhnya tetesan darah kurban itu akan tiba pada sebuah tempat di sisi Allah, sebelum jatuh ke permukaan bumi.”.
Hukum Pelaksanaan Ibadah Kurban.
Kebanyakan ulama menilai bahwa hukum melakukan ibadah kurban adalah sunnah mu’akkadah[2]. Bagi orang-orang yang memiliki kesanggupan, sangat tidak disenangi jika mereka tidak melaksanakannya. Allah berfirman;
فصل لربك وانحر
“Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah.” (Al-kautsar; 2). Abu Hurairah –radhiyallahu ‘anhu- berkata;
من وجد سعة لأن يضحي فلم يضح فلا يحضر مصلانا
“Barangsiapa memiliki kesanggupan lantas ia tidak berkurban, maka janganlah ia menghadiri lapangan tempat shalat kami ini.”.
Namun demikian kerasnya kecaman terhadap orang-orang yang memiliki keluasan rezki lantas tidak berkurban, tetaplah ibadah ini bukan merupakan sebuah hal yang diwajibkan. Karenanya, beberapa orang sahabat pernah meninggalkannya sebagai bentuk penerangan bagi ummat bahwa ibadah tersebut tidaklah merupakan ibadah yang wajib dilakukan. Diantara sahabat yang dimaksud adalah Abu Bakar, Umar dan Ibnu ‘Abbas